Protein
Protein adalah molekul yang sangat vital untuk organisme dan terdapat di semua
sel yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor (Santoso 2008). Struktur dan fungsi ditentukan oleh
kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat fisik dan kimiawi
dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya (Page 1997). Kebanyakan protein
merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam
fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang
dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam
sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon
(Santoso 2008).
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini
telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro,
sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu
analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein
kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan
cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut
dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu.
Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut:
5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang
biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai
berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan
katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan
dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan
atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan
untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi
nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam
jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina,
vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis
dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih
digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan
makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi.
1. Tahap
destruksi
Pada tahapan ini
sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2
dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih
juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
2. Tahap
destilasi
Pada tahap
destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi
tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah
yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG +
MR atau PP.
3. Tahap
titrasi
Apabila penampung
destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan
ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan
tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30
detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH ×
14,008 × 100%
Apabila penampung
destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan
ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl ×
14,008 × 100 %
Setelah diperoleh
%N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N
yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Sumber :
Miliana | 19 November 2019 pukul 22.46
membantu banget info ini
al qiyamah